Bupati berhak melakukan mutasi pegawai di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya, karena ia
merupakan penanggung jawab kesuksesan roda pemerintahan.
Mutasi merupakan salah satu alternatif bagi penyehatan PNS pada sebuah lembaga. Tujuan dari mutasi jabatan adalah baik, Tapi karena yang didudukkan dan dimutasi itu tak sesuai dengan basic
pendidikan dan pengalaman kerjanya, akhirnya mutasi itu tak lagi baik
tujuannya melainkan merusak sistem yang ada. Mutasi itu seharusnya bermuara pada kinerja yang efektif dan efisien. Tujuannya antara lain adalah perbaikan kinerja atau output
yang lebih baik.
Ini berdampak turunnya kinerja kabinet pemerintahan ke depannya karena
posisi jabatan sekarang yang dijabat oleh mereka yang baru dimutasi itu
tak sesuai dengan skill dan pengalamanny.
Mutasi yang dilakukan beberapa waktu yang lalu mengabaikan UU No 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang telah
diubah menjadi UU No 43/1999.
Pasal 17 “Pegawai Negeri
Sipil diangkat dalam jabatan tertentu. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam
suatu jabatan dilaksanakan, berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan
kompetisi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan
itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama,
ras atau golongan. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal
ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal”
Mutasi dinilai tidak berdasarkan
pertimbangan proporsional dan profesional, sehingga memicu keresahan di
kalangan PNS. Apalagi, disinyalir ada indikasi praktik jual
beli jabatan.
“Pegawai Negeri Sipil yang
menduduki jabatan struktural dapat diangkat dalam jabatan struktural
setingkat lebih tinggi apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnya
telah 2(dua) tahun dalam jabatan struktural yang pernah dan/atau masih
didudukinya kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang menjadi
wewenang Presiden”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar