Tampilkan postingan dengan label Mutasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mutasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 April 2012

Mutasi Hak Bupati

Bupati berhak melakukan mutasi pegawai di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya, karena ia merupakan penanggung jawab kesuksesan roda pemerintahan.

Mutasi merupakan salah satu alternatif bagi penyehatan PNS pada sebuah lembaga. Tujuan dari mutasi jabatan adalah baik, Tapi karena yang didudukkan dan dimutasi itu tak sesuai dengan basic pendidikan dan pengalaman kerjanya, akhirnya mutasi itu tak lagi baik tujuannya melainkan merusak sistem yang ada. Mutasi itu seharusnya bermuara pada kinerja yang efektif dan efisien. Tujuannya antara lain adalah perbaikan kinerja atau output yang lebih baik.

Ini berdampak turunnya kinerja kabinet pemerintahan ke depannya karena posisi jabatan sekarang yang dijabat oleh mereka yang baru dimutasi itu tak sesuai dengan skill dan pengalamanny.

Mutasi yang dilakukan beberapa waktu yang lalu mengabaikan UU No 8/1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang telah diubah menjadi UU No 43/1999. 

Pasal 17 “Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam jabatan tertentu. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan, berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetisi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal”

Mutasi dinilai tidak berdasarkan pertimbangan proporsional dan profesional, sehingga memicu keresahan di kalangan PNS. Apalagi, disinyalir ada indikasi praktik jual beli jabatan.

Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dapat diangkat dalam jabatan struktural setingkat lebih tinggi apabila yang bersangkutan sekurang-kurangnya telah 2(dua) tahun dalam jabatan struktural yang pernah dan/atau masih didudukinya kecuali pengangkatan dalam jabatan struktural yang menjadi wewenang Presiden”

Selasa, 20 Maret 2012

Mutasi dan Rotasi

Mutasi dan rotasi berarti perpindahan atau perubahan jabatan, tempat kerja, ruang lingkup pekerjaan, baik secara horizontal maupun vertikal. 

Mutasi dan rotasi merupakan bagian dari pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi karyawan, mengembangkan motivasi, meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja, mutu proses pekerjaan dan produktifitas serta efisiensi organisasi.

Program ini dilakukan demi peningkatan kompetensi karyawan, penyegaran dari kejenuhan bekerja, dan perluasan wawasan.

Program pemindahan yang sejatinya dilakukan demi peningkatan kompetensi karyawan, penyegaran dari kejenuhan rutinitas, dan perluasan wawasan tak jarang dianggap negatif oleh karyawan. 

Bentuk umum yang sering dilakukan perusahaan/organisasi adalah pindah divisi/bidang pekerjaan, naik jabatan (promosi) dan turun jabatan (demosi). 

Promosi adalah bentuk apresiasi kalau seseorang memiliki kinerja di atas standar organisasi dan berperilaku sangat baik yang diwujudkan dalam bentuk kenaikkan karir. Dengan demikian mereka yang mendapat promosi akan memperoleh tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang lebih besar. 

Demosi merupakan tindakan penalti dalam bentuk penurunan pangkat atau dengan pangkat tetap tetapi sebagian tunjangan tidak diberikan. Hal ini dilakukan pimpinan kalau seseorang yang walaupun sudah mengikuti pelatihan dan pembinaan persoanal namun tetap saja bekerja dengan kinerja jauh di bawah standar organisasi dan berkelakukan tidak baik. 

Rotasi akan dapat menimbulkan kecemasan kalau perpindahan tempat pekerjaan tidak dijelaskan alasannya dan membuat yang bersangkutan bekerja dengan tidak nyaman. Juga rotasi bisa percuma saja kalau tidak ada efek pengembangan mutu SDM dan karir dari karyawan bersangkutan.

Prinsip umum yang seharusnya diterapkan oleh semua perusahaan/organisasi bahwa mutasi dan rotasi haruslah berdasarkan pada dimensi kemanusiaan, keorganisasian, pengembangan atau reposisi karyawan, keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas serta berkelanjutan.
Untuk itu ada beberapa cara yang perlu dilakukan oleh perusahaan/organisasi yang dalam hal ini bidang/divisi/departemen/direktorat dalam melaksanakan proses mutasi dan atau rotasi di kalangan pegawai/karyawannya:
  1. Yang penting baik mutasi maupun rotasi, keduanya harus merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian. Harus didasarkan pada perencanaan strategis, kriteria dan indikator yang terukur, dan prospektif pada pengembangan SDM serta karir. Karena itu sebelum perusahaan/organisasi melakukan proses mutasi dan rotasi maka diperlukan pemetaan potensi, performa dan perilaku pegawai/karyawan di semua unit. Dalam pelaksanaannya harus menggunakan prosedur operasi standar.
  2. Penetapan perlu tidaknya ada mutasi dan rotasi dengan segala persyaratannya dikeluarkan oleh pimpinan puncak perusahaan/organisasi setelah melalui rapat-rapat pimpinan dan rapat di lini terbawah. Namun demikian siapa-siapa yang terkena mutasi dan rotasi sebaiknya diusulkan oleh pimpinan unit divisi kepada pimpinan puncak setelah ada usul dari setiap manajer. Karena manajerlah yang paling tahu perkembangan karyawannya dan kondisi unitnya. Direktorat atau depertemen atau divisi SDM hanyalah pelaksana kebijakan pimpinan puncak organisasi; dengan kata lain tidak terlibat praktis dan langsung menentukan orang-orang atau jabatan yang dimutasi dan dirotasi.
  3. Menetapkan adanya mutasi dan rotasi janganlah terlalu didasarkan pada pragmatisme seperti demi penyegaran karyawan. Kalau seperti itu tidak perlu dilakukan mutasi dan rotasi besar-besaran. Asalkan pihak manajer selalu mengembangkan suasana belajar dan hubungan kemitraan kerja sesama karyawan dan atasan yang efektif maka kejenuhan tidak akan terjadi atau kalau toh ada tetapi relatif kecil.
  4. Proses memutuskan perlunya mutasi dan atau rotasi karyawan untuk seluruh unit yang memiliki lingkup dan beban kerja yang sama jangan main pukul rata. Lho kok begitu? Karena kinerja masing-masing unit, potensi SDM, dan lingkungan kerjanya cenderung beragam. Kalau pendekatannya dengan asumsi semua konsidi unit seragam akan menimbulkan kontra produktif. Jadi prioritas adanya mutasi dan rotasi hendaknya pimpinan unit yang kinerjanya cenderung di bawah atau rata-rata organisasi. Atau bisa dilakukan mutasi kalau ada karyawan yang memang sudah tepat memeroleh promosi  dalam rangka kenaikkan jenjang karir. Atau mutasi dilakukan dalam rangka demosi karyawan.
  5. Setelah melakukan persiapan yang matang dan semua pimpinan unit bersetuju barulah dilakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan yang akan mutasi dan rotasi. Sejauh mungkin dilakukan pelatihan atau penyegaran yang intinya adalah bagaimana melakukan orientasi kerja pada lingkungan kerja baru, pengembangan dinamika kelompok, dan tentang budaya kerja.

Senin, 19 Maret 2012

The Right Man in The Right Place

Didalam menempatkan seseorang pegawai untuk menduduki sebuah jabatan haruslah dilakukan sesuai dengan perencanaan awal waktu perekrutannya, sebagai perumpamaan didalam perencanaan awal diterima PNS untuk tenaga teknis arsitektur, maka penugasan mereka haruslah disesuai dengan tujuan semula agar tidak berakibat pada bidang tugas yang lain. Selama ini hal inilah yang sudah mulai terabaikan didalam penempatan seorang pegawai, lebih-lebih pada akhir ini dengan sering terjadinya mutasi, maka sulit untuk menempatkan seseorang itu sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya.

Terlepas apakah kebijakan mutasi itu sesuai dengan peraturan dan mekanisme yang berlaku atau tidak, satu hal penting yang harus dipertimbangkan dalam mutasi jabatan adalah the right man in the right place. Tempatkanlah seseorang itu sesuai dengan keahlian dan kemampuannya!

Harus diakui, salah satu penyebab mengapa bangsa kita tertinggal dari bangsa lain di dunia ini, karena penempatan seseorang itu kerap tidak sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi mulai dari pusat hingga ke daerah, bukan hanya di instansi pemerintah tapi juga di sektor lain.

Potensi alam yang luar biasa menjadi sia-sia belaka karena orang yang duduk pada satu bidang tidak punya kompetensi untuk mengurusi hal tersebut. Kesalahan seperti ini sebenarnya bukan hanya saat menentukan posisi pejabat, tapi sejak awal yaitu rekrutmen pegawai. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sampai saat ini masih terjadi dalam penerimaan pegawai. Akibatnya seseorang yang sebenarnya punya kemampuan harus "gigit jari" dan merelakan tempatnya pada orang lain yang sebernya tidak kompeten.

Karena misalnya seorang pejabat yang punya keahlian di bidang arsitektur tiba-tiba mengurusi perpustakaan atau sebaliknya. Atau seseorang yang biasa mengurusi masalah kependidikan tiba-tiba harus pindah ke bidang lingkungan hidup yang jelas-jelas tidak bisa ditempati sembarang orang. Maka program yang telah disusun akan menjadi kacau balau.

Untuk itu ke depannya di samping mematuhi ketentuan dan mekanisme yang berlaku, prinsip the right man in the right place harus dikedepankan demi negara yang lebih baik di masa mendatang.

Didalam agama Islam-pun juga sudah diatur dimana agama Islam menghendaki agar penempatan seseorang pada jabatan harus sesuai dengan bidang keahlian dan orang yang tepat guna menghindari hasil yang tidak diinginkan. 

Rasulullah bersabda: “Jika diberikan amanat itu kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya kehancuran.” (HR. Bukhari). 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. juga pernah berkata: “Demi Allah, sungguh aku ingin sekali bila jarak antara kami dengan urusan pemerintahan itu melebihi jarak dua kutub Timur dan Barat.” 

Dari Abu Musa r.a. berkata: ‘Aku dan dua orang lelaki dari anak cucu pamanku masuk ke tempat Nabi saw. Lalu salah seorang dari lelaki tersebut berkata: Ya Rasulullah, angkatlah kami sebagai pengurus untuk mengurusi sebagian apa yang Allah serahkan pengurusannya itu kepadamu. Dan yang seorang lagi juga mengatakan seperti itu. Maka jawab Rasulullah saw: Demi Allah, sungguh kami tidak akan menyerahkan kepengurusan atas pekerjaan ini kepada seseorang yang memintanya, atau kepada seseorang yang sangat menginginkannya (ambisi).” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Pernyataan Rasul tersebut bukan berarti bahwa beliau tidak ingin jabatannya direbut oleh orang lain, juga bukan berarti tidak percaya kepada orang tersebut. Namun, Rasul punya alasan yang juga disampaikannya dalam sabdanya, yaitu harus hati-hati dan jangan hanya menuruti hawa nafsu semata. Juga urusan meminta jabatan ini bukan hal yang sembarangan. Karena masalah pengurusan (amanah) umat (rakyat) ini adalah masalah yang berat, maka selain harus diemban oleh orang-orang yang sholeh dan ikhlash tapi sekaligus kapabel dalam bidangnya.