Kasus kedua yang harus dihadapi oleh Bapak Desri, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lima Puluh Kota selain dari keterlibatannya dalam kasus pencabulan dan melarikan anak dibawah umur adalah adanya pengaduan tentang dugaan penggelembungan harga (Mark-Up) Pekerjaan Pembangunan WC (Water Closet) pada SMP dan SMA di Kabupaten Lima Puluh Kota yang digunakan untuk Pekan Olah Raga Provinsi (PORPROV) XII 2012 yang diadakan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada bulan Desember 2012 lalu.
Sebagaimana yang diberitakan oleh Padang Ekspres (18/05/2013) dengan judul "Usut Pembangunan WC Porprov", dikatakan oleh Wendri Yunaldi (Bekas Staf Khusus Anggota DPD-RI) "Dugaan mark-up dalam pembangunan WC untuk Porprov Sumbar, sebagaimana
dilaporkan kawan-kawan mahasiswa dan guru kepada Kejati Sumbar, harus
terus diusut tuntas oleh aparatur penegak hukum. Selama ini pemberantasan korupsi di Luak Limo Puluah, memang sudah
mulai dilakukan aparat penegak hukum, baik jaksa maupun polisi. Namun,
para tersangka atau koruptor yang diseret ke meja hijau baru 'kelas
teri' atau orang-orang kecil, sehingga tidak memberi daya getar bagi
koroptur kelas kakap yang masih gentayangan. Karena itu, kami minta aparat penegak hukum, agar lebih serius dalam
menyikapi laporan dugaan-dugaan korupsi yang sudah disampaikan banyak
pihak, termasuk dugaan mark-up dalam pembangunan WC sekolah untuk
kepentingan Porprov Sumbar di Limapuluh Kota tahun 2012 silam. Kalau Kejati Sumbar dan Polda Sumbar, sudah serius. Penegak hukum di
kabupaten/kota, jangan main mata pula. Karena ini, melukai rasa keadilan
masyarakat"
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Lima Puluh Kota
Desri yang dikonfirmasi terkait pembangunan WC di
sekolah-sekolah untuk menunjang pelaksanaan Porprov Sumbar,
mengatakan, kalau pembangunan itu sudah ada konsultan pengawas,
sudah ada panitianya, dan sudah ada PPTK-nya.
"Kalau terjadi penyimpangan, ado panitia dan TPHO. Dan
menurut saya, konsultan pengawas, panitia atau TPHO, sudah profesional
sesuai dengan keahlian dan bidang yang dimiliki. WC yang dibangun, juga
sudah dipakai seluruh kontingen Porprov," sebut Desri, beberapa waktu
lalu.
Menurut hemat saya, untuk mengetahui adanya penyimpangan harga/mark-up bisa dengan mudah untuk diketahui, misalnya dengan membandingkan harga satuan bangunan wc per m2 dengan HSBGN yang ditetapkan oleh Bupati. Kalau untuk tahun 2012 HSBGN bangunan sederhana per m2 adalah Rp. 2.800.000,-, maka tidaklah mungkin untuk bangunan WC harga per m2 akan sama dengan bangunan lengkap.
Selain itu dapat juga dilihat dengan cara memeriksa ulang volume pekerjaan dan indeks satuan pekerjaan pada analisa, apakah sama dengan indeks SNI bangunan tentang tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan tahun 2008. Selain itu dapat juga dengan membandingkan harga satuan bahan dan material dengan HSPK yang ditetapkan oleh Bupati untuk tahun 2012.
Hmm... Bukan hal yang rumit sebenarnya untuk dibuktikan... agar masalah ini tidak berkepanjangan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar