Rabu, 21 Maret 2012

Kepemimpinan ala Rasul

Firman Allah SWT: ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”(QS. Al-Ahzab:21). 

Dengan Muhammad saw di utus untuk membebaskan manusia dari berbagai penindasan, intimidasi, pelecehan kemanusiaan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh para penindas. Muhammad saw menjadi pemimpin manusia yang bertujuan membangun masyarakat yang didasarkan pada nilai- nilai keimanan, egalitas sosial, persaudaraan. Muhammad saw. diutus untuk membebaskan para budak, anak yatim, perempuan, kaum miskin dan lemah.

 
“Setiap kalian adalah pemimpin. Dan, setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban” demikian sabda Rasulullah dalam hadits Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ahmad.

“Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin penduduk rumahnya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang perempuan merupakan pemimpin di rumah suaminya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang khadim (pembantu) merupakan pemimpin harta tuannya dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”, lanjut Rasulullah saw..

Kepemimpinan adalah amanah. Amanah adalah kepercayaan yang diberikan karena ada unsur kemampuan pada yang dipercayai. Maka, kepemimpinan merupakan kepercayaan yang diberikan kepada orang-orang yang dipandang memiliki kemampuan dalam menjalankan urusan organisasi.  

tugas utama para pemegang amanah kepemimpinan adalah memberikan rasa aman terhadap yang dipimpin (baca: umat). Aman dalam ibadah, berarti pemimpin mesti membimbing umat, bagaimana beribadah yang benar sehingga aman dari ancaman adzab Allah. Aman dalam kehidupan dunia, berarti para pemimpin harus mengarahkan umat agar aman dari ancaman dan tipuan dunia, sehingga dunia berada di bawah penguasaan umat bukan umat berada di bawah penguasaan dunia. Aman dari segala hal sehingga umat benar-benar sejahtera lahir dan batin. 

Oleh karena itu, kepimpinan tidak diembankan pada seorang atau dua orang tapi kepada tim atau staf yang memiliki ghirah memperjuangkan keamanan bagi umat dalam segala aspek kehidupan. 

Umat mesti menjadi relasi bagi para pemangku amanah kepemimpinan. Urusan hak dan kewajiban itu akan beriring bersamaan ketika pemimpin dan yang dipimpin bekerjasama dengan baik dan solid. Ketika pemimpin mengeluarkan kebijakan, tentunya kebijakan yang tidak keluar dari nilai-nilai syariat; maka, yang dipimpin mesti menaati.

Pemimpin itu dipilih untuk ditaati bukan diangkat lalu dimaksiati. Sekali lagi, ketaatannya mesti pada hal yang tidak melanggar syariat. Jika melanggar, tugas umat sebagai pemegang kepemimpinan sebenarnya adalah meluruskan. Dengan begitu, harapan terwujudnya masyarakat yang sakinah, aman dan nyaman, insya Allah akan dicapai. Dan, ini terlihat dari indikasi seimbangnya arus hak dan kewajiban.

Faktor seorang pemimpin menurut Al Quran:
  1. Kesalehan para pemegang amanah. Saleh (shalih) berarti benar, sesuai. Pemimpin yang saleh itu pemimpin yang membuat dirinya senantiasa benar dan meneladani perilaku hidup Rasulullah dan para sahabat.
  2. Kesalehan umat. Tidak bisa dipungkiri bahwa pemimpin itu gambaran umum umat. Dalam arti, umat yang baik akan melahirkan pemimpin yang baik. Umat yang saleh akan memilih pemimpin yang saleh. Oleh karena itu, melahirkan pemimpin yang saleh duniawi-ukhwari dimulai dari kesalehan umat itu sendiri. Dan, kesalehan umat itu merupakan integrasi (kesatuan) dari kesalehan individu dalam umat tersebut. Ibda` bi nafsika, mulailah dengan dirimu sendiri!  
  3. Tegaknya prinsip-prinsip al-Quran dan Sunnah Rasulullah. Hal ini tercermin dalam beberapa hal, misalnya keadilan bagi seluruh umat. Tidak seperti saat ini, fenomena ketidakadilan dalam hukum sudah menjadi hal yang biasa. 
  4. Model kepemimpinan ala Rasulullah saw.. Rasulullah menerapkan model kepemimpinan yang baik. Kita mengenal ada lima model kepemimpinan yaitu otokratis yaitu kepemimpinan dengan kekuasaan mutlak pada diri seseorang, militeristis yaitu kepemimpinan yang bersifat kemiliteran, paternalistis yaitu kepemimpinan seperti orang tua terhadap anak kecil yang tidak tahu apa-apa, kharismatik yaitu kepemimpinan yang dinahkodai oleh pemimpina berwibawa dan berpengaruh besar, dan demokratis yaitu kepemimpinan yang menujnjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
  

Selasa, 20 Maret 2012

Mutasi dan Rotasi

Mutasi dan rotasi berarti perpindahan atau perubahan jabatan, tempat kerja, ruang lingkup pekerjaan, baik secara horizontal maupun vertikal. 

Mutasi dan rotasi merupakan bagian dari pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Tujuannya adalah untuk meningkatkan kompetensi karyawan, mengembangkan motivasi, meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja, mutu proses pekerjaan dan produktifitas serta efisiensi organisasi.

Program ini dilakukan demi peningkatan kompetensi karyawan, penyegaran dari kejenuhan bekerja, dan perluasan wawasan.

Program pemindahan yang sejatinya dilakukan demi peningkatan kompetensi karyawan, penyegaran dari kejenuhan rutinitas, dan perluasan wawasan tak jarang dianggap negatif oleh karyawan. 

Bentuk umum yang sering dilakukan perusahaan/organisasi adalah pindah divisi/bidang pekerjaan, naik jabatan (promosi) dan turun jabatan (demosi). 

Promosi adalah bentuk apresiasi kalau seseorang memiliki kinerja di atas standar organisasi dan berperilaku sangat baik yang diwujudkan dalam bentuk kenaikkan karir. Dengan demikian mereka yang mendapat promosi akan memperoleh tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang lebih besar. 

Demosi merupakan tindakan penalti dalam bentuk penurunan pangkat atau dengan pangkat tetap tetapi sebagian tunjangan tidak diberikan. Hal ini dilakukan pimpinan kalau seseorang yang walaupun sudah mengikuti pelatihan dan pembinaan persoanal namun tetap saja bekerja dengan kinerja jauh di bawah standar organisasi dan berkelakukan tidak baik. 

Rotasi akan dapat menimbulkan kecemasan kalau perpindahan tempat pekerjaan tidak dijelaskan alasannya dan membuat yang bersangkutan bekerja dengan tidak nyaman. Juga rotasi bisa percuma saja kalau tidak ada efek pengembangan mutu SDM dan karir dari karyawan bersangkutan.

Prinsip umum yang seharusnya diterapkan oleh semua perusahaan/organisasi bahwa mutasi dan rotasi haruslah berdasarkan pada dimensi kemanusiaan, keorganisasian, pengembangan atau reposisi karyawan, keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas serta berkelanjutan.
Untuk itu ada beberapa cara yang perlu dilakukan oleh perusahaan/organisasi yang dalam hal ini bidang/divisi/departemen/direktorat dalam melaksanakan proses mutasi dan atau rotasi di kalangan pegawai/karyawannya:
  1. Yang penting baik mutasi maupun rotasi, keduanya harus merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian. Harus didasarkan pada perencanaan strategis, kriteria dan indikator yang terukur, dan prospektif pada pengembangan SDM serta karir. Karena itu sebelum perusahaan/organisasi melakukan proses mutasi dan rotasi maka diperlukan pemetaan potensi, performa dan perilaku pegawai/karyawan di semua unit. Dalam pelaksanaannya harus menggunakan prosedur operasi standar.
  2. Penetapan perlu tidaknya ada mutasi dan rotasi dengan segala persyaratannya dikeluarkan oleh pimpinan puncak perusahaan/organisasi setelah melalui rapat-rapat pimpinan dan rapat di lini terbawah. Namun demikian siapa-siapa yang terkena mutasi dan rotasi sebaiknya diusulkan oleh pimpinan unit divisi kepada pimpinan puncak setelah ada usul dari setiap manajer. Karena manajerlah yang paling tahu perkembangan karyawannya dan kondisi unitnya. Direktorat atau depertemen atau divisi SDM hanyalah pelaksana kebijakan pimpinan puncak organisasi; dengan kata lain tidak terlibat praktis dan langsung menentukan orang-orang atau jabatan yang dimutasi dan dirotasi.
  3. Menetapkan adanya mutasi dan rotasi janganlah terlalu didasarkan pada pragmatisme seperti demi penyegaran karyawan. Kalau seperti itu tidak perlu dilakukan mutasi dan rotasi besar-besaran. Asalkan pihak manajer selalu mengembangkan suasana belajar dan hubungan kemitraan kerja sesama karyawan dan atasan yang efektif maka kejenuhan tidak akan terjadi atau kalau toh ada tetapi relatif kecil.
  4. Proses memutuskan perlunya mutasi dan atau rotasi karyawan untuk seluruh unit yang memiliki lingkup dan beban kerja yang sama jangan main pukul rata. Lho kok begitu? Karena kinerja masing-masing unit, potensi SDM, dan lingkungan kerjanya cenderung beragam. Kalau pendekatannya dengan asumsi semua konsidi unit seragam akan menimbulkan kontra produktif. Jadi prioritas adanya mutasi dan rotasi hendaknya pimpinan unit yang kinerjanya cenderung di bawah atau rata-rata organisasi. Atau bisa dilakukan mutasi kalau ada karyawan yang memang sudah tepat memeroleh promosi  dalam rangka kenaikkan jenjang karir. Atau mutasi dilakukan dalam rangka demosi karyawan.
  5. Setelah melakukan persiapan yang matang dan semua pimpinan unit bersetuju barulah dilakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan yang akan mutasi dan rotasi. Sejauh mungkin dilakukan pelatihan atau penyegaran yang intinya adalah bagaimana melakukan orientasi kerja pada lingkungan kerja baru, pengembangan dinamika kelompok, dan tentang budaya kerja.

Senin, 19 Maret 2012

The Right Man in The Right Place

Didalam menempatkan seseorang pegawai untuk menduduki sebuah jabatan haruslah dilakukan sesuai dengan perencanaan awal waktu perekrutannya, sebagai perumpamaan didalam perencanaan awal diterima PNS untuk tenaga teknis arsitektur, maka penugasan mereka haruslah disesuai dengan tujuan semula agar tidak berakibat pada bidang tugas yang lain. Selama ini hal inilah yang sudah mulai terabaikan didalam penempatan seorang pegawai, lebih-lebih pada akhir ini dengan sering terjadinya mutasi, maka sulit untuk menempatkan seseorang itu sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya.

Terlepas apakah kebijakan mutasi itu sesuai dengan peraturan dan mekanisme yang berlaku atau tidak, satu hal penting yang harus dipertimbangkan dalam mutasi jabatan adalah the right man in the right place. Tempatkanlah seseorang itu sesuai dengan keahlian dan kemampuannya!

Harus diakui, salah satu penyebab mengapa bangsa kita tertinggal dari bangsa lain di dunia ini, karena penempatan seseorang itu kerap tidak sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi mulai dari pusat hingga ke daerah, bukan hanya di instansi pemerintah tapi juga di sektor lain.

Potensi alam yang luar biasa menjadi sia-sia belaka karena orang yang duduk pada satu bidang tidak punya kompetensi untuk mengurusi hal tersebut. Kesalahan seperti ini sebenarnya bukan hanya saat menentukan posisi pejabat, tapi sejak awal yaitu rekrutmen pegawai. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sampai saat ini masih terjadi dalam penerimaan pegawai. Akibatnya seseorang yang sebenarnya punya kemampuan harus "gigit jari" dan merelakan tempatnya pada orang lain yang sebernya tidak kompeten.

Karena misalnya seorang pejabat yang punya keahlian di bidang arsitektur tiba-tiba mengurusi perpustakaan atau sebaliknya. Atau seseorang yang biasa mengurusi masalah kependidikan tiba-tiba harus pindah ke bidang lingkungan hidup yang jelas-jelas tidak bisa ditempati sembarang orang. Maka program yang telah disusun akan menjadi kacau balau.

Untuk itu ke depannya di samping mematuhi ketentuan dan mekanisme yang berlaku, prinsip the right man in the right place harus dikedepankan demi negara yang lebih baik di masa mendatang.

Didalam agama Islam-pun juga sudah diatur dimana agama Islam menghendaki agar penempatan seseorang pada jabatan harus sesuai dengan bidang keahlian dan orang yang tepat guna menghindari hasil yang tidak diinginkan. 

Rasulullah bersabda: “Jika diberikan amanat itu kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya kehancuran.” (HR. Bukhari). 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. juga pernah berkata: “Demi Allah, sungguh aku ingin sekali bila jarak antara kami dengan urusan pemerintahan itu melebihi jarak dua kutub Timur dan Barat.” 

Dari Abu Musa r.a. berkata: ‘Aku dan dua orang lelaki dari anak cucu pamanku masuk ke tempat Nabi saw. Lalu salah seorang dari lelaki tersebut berkata: Ya Rasulullah, angkatlah kami sebagai pengurus untuk mengurusi sebagian apa yang Allah serahkan pengurusannya itu kepadamu. Dan yang seorang lagi juga mengatakan seperti itu. Maka jawab Rasulullah saw: Demi Allah, sungguh kami tidak akan menyerahkan kepengurusan atas pekerjaan ini kepada seseorang yang memintanya, atau kepada seseorang yang sangat menginginkannya (ambisi).” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Pernyataan Rasul tersebut bukan berarti bahwa beliau tidak ingin jabatannya direbut oleh orang lain, juga bukan berarti tidak percaya kepada orang tersebut. Namun, Rasul punya alasan yang juga disampaikannya dalam sabdanya, yaitu harus hati-hati dan jangan hanya menuruti hawa nafsu semata. Juga urusan meminta jabatan ini bukan hal yang sembarangan. Karena masalah pengurusan (amanah) umat (rakyat) ini adalah masalah yang berat, maka selain harus diemban oleh orang-orang yang sholeh dan ikhlash tapi sekaligus kapabel dalam bidangnya.

Jumat, 16 Maret 2012

Kepemimpinan (6)

Ada 2 permasalahan kepemimpinan yang dihadapi saat ini:
Pertama, banyak pemimpin dalam berbagai bidang terlibat pelanggaran moral. Kedua, mungkin karena usianya yang makin menua, dunia kita sekarang tak kuasa lagi melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leader) seperti pada masa-masa terdahulu.

Pemimpin sekarang lebih banyak menuntut (getting), bukan memberi (giving), menikmati (senang-senang), bukan melayani (susah-payah), dan banyak mengumbar janji, bukan memberi bukti.

Dalam fikih politik Islam, moral yang menjadi dasar kebijakan dan tindakan pemimpin adalah kemaslahatan bangsa.  pemimpin wajib bertindak tegas demi kebaikan bangsa, bukan kebaikan diri dan kelompoknya semata.

Ada 3 sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW:
  1. Azizin alaihi ma anittum (sense of crisis), yaitu kepekaan atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. 
  2. Harishun `alaikum (sense of achievement), yaitu semangat yang mengebu-gebu agar masyarakat dan bangsa meraih kemajuan. Tugas pemimpin, antara lain, memang menumbuhkan harapan dan membuat peta jalan politik menuju cita-cita dan harapan itu. 
  3. Raufun rahim (pengasih dan penyayang).

Senin, 12 Maret 2012

Jabatan Karier

Dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karier, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karier dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
  1. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah. 
  2. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya sangat diperlukan dalam pelaksansaan tugas-tugas pokok organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.

Senin, 05 Maret 2012

Pemberhentian dari Jabatan Struktural



Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena:

  1. Mengundurkan diri dari jabatannya. 
  2. Mencapai batas usia pensiun. 
  3. Diberhentikan sebagai PNS. 
  4. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya atau jabatan fungsional. 
  5. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan. 
  6. Tugas belajar lebih dari enam bulan. 
  7. Adanya perampingan organisasi pemerintah. 
  8. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani. 
  9. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku

Pemberhentian PNS dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pe-jabat yang berwenang setelah melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara/Baperjakat disertai alasan yang jelas atas pemberhentiannya.

PNS yang meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukturalnya

Jumat, 02 Maret 2012

Pengangkatan dalam Jabatan Struktural (2)


Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural sesuai PP Nomor 13 Tahun 2002

NO
ESELON
JENJANG PANGKAT, GOLONGAN RUANG
TERENDAH
TERTINGGI
PANGKAT
GOL/
RU
PANGKAT
GOL/
RU
1
I a
Pembina Utama Madya
IV/d
Pembina Utama
IV/e
2
I b
Pembina Utama Muda
IV/c
Pembina Utama
IV/e
3
II a
Pembina Utama Muda
IV/c
Pembina Utama Madya
IV/d
4
II b
Pembina Tingkat I
IV/b
Pembina Utama Muda
IV/c
5
III a
Pembina
IV/a
Pembina Tingkat I
IV/b
6
III b
Penata Tingkat I
III/d
Pembina
IV/a
7
IV a
Penata
III/c
Penata Tingkat I
III/d
8
IV b
Penata Muda Tingkat I
III/b
Penata
III/c
9
V a
Penata Muda
III/a
Penata Muda Tingkat I
III/b

Penetapan organisasi Eselon Va dilakukan secara selektif,

Pengangkatan
Persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain:
Berstatus Pegawai Negeri Sipil, Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan, Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir, Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, Sehat jasmani dan rohani

Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian perlu memperhatikan faktor : Senioritas dalam kepangkatan, Usia, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Jabatan, Pengalaman.

Pelaksanaan Pengangkatan
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dilingkungan instansi pusat ditetapkan dengan keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. Sedangkan pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah pada Instansi pusat ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Pusat.

Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dipropinsi (Sekda) ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat persetujuan  Pimpinan DPRD Propinsi, setelah sebelumnya dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri, sedangkan  pengangkatan dalam jabatan Struktural eselon II kebawah ditetapkan oleh Pejabat Pembina  Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah Propinsi.

Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota.  Khusus untuk pengangkatan  Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota setelah mmendapat persetujuan dari pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, setelah terlebih dahulu dikonsultasikan secara tertulis kepada Gubernur

Dalam setiap keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan structural, harus dicantumkan nomor dan tanggal pertimbangan Baperjakat, eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural.

Pelantikan
PNS yang diangkat dalam jabatan struktural, termasuk PNS yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya, selambatnya 30 hari sejak penetapan pengangkatannya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat yang berwenang. Demikian juga  yang mengalami perubahan nama jabatan atau perubahan fungsi dan tugas jabatan maka PNS yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali.

Pendidikan dan Pelatihan
PNS yang akan atau telah menduduki jabatan structural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) sesuai dengan kompentensi yang dite-tapkan untuk jabatan tersebut. Artinya, PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural meskipun yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus Diklatpim. Namun demikian untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan me-nambah wawasan, maka kepada PNS yang bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya.

Kamis, 01 Maret 2012

Pengangkatan dalam Jabatan Struktural (1)


Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.

Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.

Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi PNS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangan.