Senin, 19 Maret 2012

The Right Man in The Right Place

Didalam menempatkan seseorang pegawai untuk menduduki sebuah jabatan haruslah dilakukan sesuai dengan perencanaan awal waktu perekrutannya, sebagai perumpamaan didalam perencanaan awal diterima PNS untuk tenaga teknis arsitektur, maka penugasan mereka haruslah disesuai dengan tujuan semula agar tidak berakibat pada bidang tugas yang lain. Selama ini hal inilah yang sudah mulai terabaikan didalam penempatan seorang pegawai, lebih-lebih pada akhir ini dengan sering terjadinya mutasi, maka sulit untuk menempatkan seseorang itu sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya.

Terlepas apakah kebijakan mutasi itu sesuai dengan peraturan dan mekanisme yang berlaku atau tidak, satu hal penting yang harus dipertimbangkan dalam mutasi jabatan adalah the right man in the right place. Tempatkanlah seseorang itu sesuai dengan keahlian dan kemampuannya!

Harus diakui, salah satu penyebab mengapa bangsa kita tertinggal dari bangsa lain di dunia ini, karena penempatan seseorang itu kerap tidak sesuai dengan keahlian dan kemampuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi mulai dari pusat hingga ke daerah, bukan hanya di instansi pemerintah tapi juga di sektor lain.

Potensi alam yang luar biasa menjadi sia-sia belaka karena orang yang duduk pada satu bidang tidak punya kompetensi untuk mengurusi hal tersebut. Kesalahan seperti ini sebenarnya bukan hanya saat menentukan posisi pejabat, tapi sejak awal yaitu rekrutmen pegawai. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sampai saat ini masih terjadi dalam penerimaan pegawai. Akibatnya seseorang yang sebenarnya punya kemampuan harus "gigit jari" dan merelakan tempatnya pada orang lain yang sebernya tidak kompeten.

Karena misalnya seorang pejabat yang punya keahlian di bidang arsitektur tiba-tiba mengurusi perpustakaan atau sebaliknya. Atau seseorang yang biasa mengurusi masalah kependidikan tiba-tiba harus pindah ke bidang lingkungan hidup yang jelas-jelas tidak bisa ditempati sembarang orang. Maka program yang telah disusun akan menjadi kacau balau.

Untuk itu ke depannya di samping mematuhi ketentuan dan mekanisme yang berlaku, prinsip the right man in the right place harus dikedepankan demi negara yang lebih baik di masa mendatang.

Didalam agama Islam-pun juga sudah diatur dimana agama Islam menghendaki agar penempatan seseorang pada jabatan harus sesuai dengan bidang keahlian dan orang yang tepat guna menghindari hasil yang tidak diinginkan. 

Rasulullah bersabda: “Jika diberikan amanat itu kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saatnya kehancuran.” (HR. Bukhari). 

Khalifah Umar bin Abdul Aziz r.a. juga pernah berkata: “Demi Allah, sungguh aku ingin sekali bila jarak antara kami dengan urusan pemerintahan itu melebihi jarak dua kutub Timur dan Barat.” 

Dari Abu Musa r.a. berkata: ‘Aku dan dua orang lelaki dari anak cucu pamanku masuk ke tempat Nabi saw. Lalu salah seorang dari lelaki tersebut berkata: Ya Rasulullah, angkatlah kami sebagai pengurus untuk mengurusi sebagian apa yang Allah serahkan pengurusannya itu kepadamu. Dan yang seorang lagi juga mengatakan seperti itu. Maka jawab Rasulullah saw: Demi Allah, sungguh kami tidak akan menyerahkan kepengurusan atas pekerjaan ini kepada seseorang yang memintanya, atau kepada seseorang yang sangat menginginkannya (ambisi).” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Pernyataan Rasul tersebut bukan berarti bahwa beliau tidak ingin jabatannya direbut oleh orang lain, juga bukan berarti tidak percaya kepada orang tersebut. Namun, Rasul punya alasan yang juga disampaikannya dalam sabdanya, yaitu harus hati-hati dan jangan hanya menuruti hawa nafsu semata. Juga urusan meminta jabatan ini bukan hal yang sembarangan. Karena masalah pengurusan (amanah) umat (rakyat) ini adalah masalah yang berat, maka selain harus diemban oleh orang-orang yang sholeh dan ikhlash tapi sekaligus kapabel dalam bidangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar